Industri lada merupakan salah satu komoditas agrikultur penting untuk perekonomian Indonesia, yang menyumbang 43 juta ton ekspor pada tahun 2018. Indonesia sangat bergantung pada sumber daya pertanian nasional, dan telah mengalokasikan 180.000 hektar lahan untuk industri lada dan mempekerjakan sekitar 500.000 petani. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, produktivitas lada terus menurun. Tren ini diamati dari beberapa daerah penghasil lada terbesar di Indonesia seperti Lampung, Kalimantan, dan Bangka Belitung. Hal ini menyebabkan Indonesia kehilangan posisinya terhadap Vietnam sebagai penghasil lada terbesar di dunia. Beberapa faktor yang menjadi penghambat perkembangan budidaya lada di Indonesia antara lain kurangnya pemanfaatan teknologi oleh petani, tidak tersedianya peralatan yang murah, minimnya diversifikasi produk, serta kalah bersaing dengan negara-negara kompetitor.

Strategi Peningkatan Industri Lada

Kemala, peneliti dari Puslitbang Perkebunan Indonesia, telah merancang beberapa strategi pengembangan untuk bagian hulu, produksi, pemasaran, dan pengelolaan dalam rantai pasok lada. Di bagian hulu, tantangan utama industri lada adalah ketidakmampuan pemanfaatan varietas lada unggul dan kegiatan yang masih tergolong bernilai tambah rendah, yaitu kegiatan yang menyerap sumber daya yang banyak namun menghasilkan nilai tambah yang minim untuk konsumen. Strategi optimal untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan penerapan stok benih, menyediakan pengetahuan dan tenaga ahli teknis, pemanfaatan pupuk hayati dan biopestisida, serta peningkatan jaringan industri alat pertanian dan mesin.

Pada subsistem produksi, penguatan sentra agribisnis lada dapat memberikan keunggulan komparatif. Selain itu, teknologi dapat digunakan untuk mengalihkan petani dari penggunaan input produksi tinggi ke input produksi yang lebih rendah. Kegiatan teknis usahatani lada lainnya juga perlu diterapkan, yang meliputi pemanfaatan varietas unggul, pengendalian hama dan penyakit, pembuatan sistem pengelolaan yang terintegrasi, dan integrasi budidaya lada dengan hewan ternak. Peningkatan kualitas lada dan diversifikasi produk juga penting dilakukan untuk menjaga standar mutu lada Indonesia sekelas “Munthok White Pepper” dan “Lampong Black Pepper”.

Optimalisasi pemasaran lada memerlukan peningkatan intensitas informasi pasar untuk menjangkau petani. Untuk memaksimalkan pengelolaan usaha tani lada, petani sebagai individu dan kelompok harus diberdayakan melalui lembaga-lembaga lada lokal dan internasional.

Teknologi sebagai Katalis Perkembangan Industri Lada

Penggunaan teknologi dapat menjadi salah satu katalisator bagi petani dan pelaku usaha dalam menerapkan strategi untuk mengoptimalkan kualitas lada. Analisis Internet of Things (IoT) dan Big Data dapat secara khusus membantu petani dalam mengadopsi aktivitas bernilai tambah ke dalam pengelolaan pertanian lada mereka. Teknologi dapat memberikan solusi untuk berbagai macam masalah yang dihadapi oleh petani di segala lini rantai nilai tambah, termasuk akses pengetahuan dan pemasaran. Salah satunya melalui aplikasi seperti SpiceUp . SpiceUp menyediakan wadah untuk mempromosikan strategi peningkatan pertanian lada dengan menyediakan layanan seperti kursus Good Agricultural Practices (GAP), pengendalian hama dan penyakit, analisis cuaca, harga lada, dan menghubungkan petani dan bisnis ke pasar lada yang lebih luas.

Bagikan