Seperti kebanyakan petani lada di Bangka, Bapak Sukirman memulai pengalamannya dalam bidang budidaya lada sejak masih kecil. Meski sudah familiar dengan lada sedari kecil, namun Bapak Sukir baru memulai budidaya lada sendiri di tahun 2010. Selama 10 tahun berjuang menjadi petani lada mandiri, Bapak Sukir banyak melalui tantangan dan perubahan, yang salah satunya menyebabkan beliau untuk mengganti komoditas perkebunan dari lada menjadi kelapa sawit. Praktek ini mulai umum dan marak dilakukan petani Bangka ketika kebun lada mereka dirasa tidak cukup menguntungkan dari sisi ekonomi. Namun karena menjadi petani lada adalah identitas bagi penduduk asli Bangka, maka sulit untuk memisahkan lada dari kehidupan sehari-hari petani Bangka.
Saat kebun kelapa sawit miliknya gagal, Bapak Sukirman tetap meneruskan karirnya sebagai petani lada. Beliau melihat bahwa lada selalu bisa menjadi penyelamat bagi hidupnya karena lada dapat disimpan sebagai tabungan dalam jangka waktu yang lama. Saat ini, Bapak Sukirman memutuskan untuk kembali menanam lada namun dengan metode yang baru dan berbeda: melalui sistem wanatani (agroforestry). Dengan metode ini, Bapak Sukirman menanam pisang, terong, dan bawang daun di kebun ladanya.
Beliau menerangkan, “Menanam sayur sendiri di kebun dapat membantu memenuhi kebutuhan pangan keluarga kami. Sehingga selama masa pandemi, kami tidak kesulitan mendapatkan bahan pangan karena dapat memanfaatkan hasil panen dari kebun”.
Bapak Sukirman, juga membagikan cerita tentang bagaimana praktek budidaya lada sudah banyak berubah dan berkembang seiring berjalannya waktu. Beliau mengenang bagaimana dulu sangat mudah untuk memprediksi cuaca, sehingga petani lada bisa merencanakan tahapan budidaya dengan mudah. “Kini, cuaca sudah banyak berubah dan tidak sesuai lagi polanya. Petani lada dihadapkan pada kondisi kemarau panjang yang menyebabkan tanaman lada menjadi kering dan bahkan mati“. Petani lada tidak bisa menanggulangi hal tersebut karena mereka tidak bisa memprediksi lagi pola musim dan cuaca dengan akurat. “Oleh karena situasi ini, saya hanya bisa melakukan irigasi manual karena tidak perlu mengeluarkan biaya dengan cara menyiram tanaman lada yang berusia kurang dari satu tahun, sedangkan untuk tanaman lada yang berusia lebih dari setahun tidak disiram karena sudah bisa tahan terhadap cekaman kekeringan”.
Selain itu, Bapak Sukirman juga mengamati adanya perkembangan dalam hal budidaya lada, khususnya tentang pemberian pupuk pada tanaman lada: “Pemberian pupuk pada tanaman lada tidak pernah dilakukan oleh nenek moyang saya. Namun, sejak mengikuti pelatihan budidaya lada, saya menyadari pentingnya pupuk sebagai tambahan nutrisi untuk tanaman lada. Saya mengaplikasikan pupuk kompos di awal proses penanaman lada dan selanjutnya rutin dilakukan setiap bulannya”. Bersama dengan rekan sesama petani lada, Bapak Sukirman dan Bapak Sajari membuat sendiri pupuk kompos dari kotoran sapi dan biomassa tanaman untuk memenuhi kebutuhan pupuk kompos di kebun lada mereka.
Seperti kebanyakan petani lada yang harus berjuang melawan serangan hama dan penyakit, masalah serupa juga dialami oleh Bapak Sukirman. Dulu kebun lada milik beliau diserang oleh ulat daun dan jamur. Untuk mengatasi serangan ulat daun tersebut, Bapak Sukir melakukan berbagai cara untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tersebut. Namun, melihat kemungkinan serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi di tanaman lada, Bapak Sukir berharap adanya cara pencegahan dan pendeteksian dini terhadap hama dan penyakit lada yang praktis dan mudah diaplikasikan oleh petani, sehingga tingkat kematian tanaman lada akibat serangan hama dan penyakit bisa dikurangi dan ditanggulangi.
Meski sudah menghadapi banyak permasalahan dan tantangan dalam buidaya lada, Bapak Sukir mengaku tidak pernah menghubungi para ahli budidaya lada untuk bertanya dan mencari solusi karena beliau selalu berusaha mencari sendiri informasi yang dibutuhkan ke sesama petani lada atau dengan mendapatkan informasi dari Toko Tani. Jika membandingkan kondisi petani lada di jaman dulu dan sekarang, beliau menyimpulkan bahwa produktivitas dan harga lada perlu ditingkatkan kembali agar petani lada di Bangka bisa lebih termotivasi untuk melanjutkan budidaya lada mereka. Berdasarkan pengalaman, beliau menyebutkan, “Perlu adanya bantuan dana untuk pembuatan kompos agar petani lada dapat mandiri secara input pertanian selama masa pandemi ini. Jika petani lada dapat mandiri secara input pertanian selama masa pandemi ini, maka petani tidak perlu bergantung pada penjual kompos yang menjadi sulit untuk dijangkau akibat dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB)”. Meski akses ke input pertanian menjadi sulit selama masa pandemi, namun hal tersebut tidak mempengaruhi kegiatan budidaya lada di kebun Bapak Sukri karena beliau sudah mampu memenuhi kebutuhan input, tenaga, dan alat pertanian secara mandiri.
Dari sisi bisnis, Bapak Sukirman juga hanya bergantung pada rekan sesama petani lada untuk mengetahui harga terbaru lada. Beliau berpendapat bahwa tidak terlalu penting bagi beliau untuk selalu memperbarui informasi terkait harga jual lada dengan terus menerus bertanya ke petani lada lainnya karena biasanya beliau akan mencari informasi terkait harga jual lada jika beliau memang ingin menjual lada miliknya. Namun, Bapak Sukirman hanya menjual lada kepada pembeli lada lokal yang sudah beliau kenal, seperti PT CAN. Beliau menjual lada ke PT CAN karena beliau mendapatkan harga yang adil dan lebih tinggi dari harga pasaran biasa. Bapak Sukir masih mengandalkan metode bertemu langsung dengan kolektor atau pembeli lada jika ingin menjual ladanya dengan catatan beliau tetap mematuhi aturan pembatasan sosial selama masa pandemic, namun, beliau menyampaikan bahwa beliau akan dengan senang hati mengadopsi aplikasi online untuk budidaya dan bisnis lada jika memang Aplikasi tersebut bisa memudahkan proses pencarian informasi dan proses jual beli lada. “Saya akan dengan senang hati membagikan informasi terkait aplikasi online tersebut ke rekan-rekan petani lada lainnya agar lebih banyak lagi petani lada yang bisa mengakses informasi dengan mudah”.