Bapak Wiliyanto, atau akrab dipanggil Yanto oleh keluarga dan rekannya, merupakan seorang petani lada yang merangkap sebagai kolektor lada. Pria berusia 41 tahun ini lahir dan tinggal di Desa Celuak, Simpang Katis, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung bersama istri dan dua anak laki-lakinya. Bapak Yanto belajar mengenai budidaya lada sejak dia masih kecil dan sudah mulai melakukan budidaya dan bisnis lada secara mandiri sejak 18 tahun yang lalu. Setelah sekian lama aktif di bidang budidaya dan bisnis lada, Bapak Yanto melihat adanya perbedaan cara budidaya lada dari apa yang dia ketahui dari nenek moyangnya dengan apa yang dia pelajari dari pelatihan yang diadakan oleh Verstegen dan PT CAN.
Setelah mengikuti pelatihan, Bapak Yanto kini menentukan jarak tanam menggunakan meteran sehingga jarak tanam lada bisa sesuai dengan standar praktek budidaya yang baik (GAP). Jika dulu beliau tidak mengaplikasikan pupuk ke tanaman lada, maka sekarang beliau sadar bahwa penting untuk memberikan pupuk agar kebutuhan nutrisi tanaman lada terpenuhi. Beliau Yanto menggunakan pupuk phonska dan urea bersubsidi yang dia peroleh dari kelompok tani untuk meningkatkan asupan nutrisi tanaman lada dengan takaran 1-liter pupuk per tanaman. Selain itu, sekarang Bapak Yanto juga sudah memakai polybag untuk menyemaikan bibit lada, sehingga kualitas bibit lada miliknya terjamin.
Sebagai kolektor, Bapak Yanto merasakan dampak dari pandemi COVID-19 terhadap proses bisnis yang selama ini beliau jalankan. Bapak Yanto tidak dapat berbelanja lada ke petani dengan leluasa seperti dulu semenjak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya dari pemerintah untuk menghambat penyebaran COVID-19. Kendala tersebut mengakibatkan turunnya pendapatan yang diterima oleh Bapak Yanto, sehingga beliau berharap pandemi bisa segera berakhir agar dia dapat kembali menjalankan bisnisnya seperti dulu sebelum adanya pandemi.
Di sisi lain, perubahan iklim juga memberikan dampak pada keberlanjutan budidaya lada. Kini, musim kemarau yang lebih panjang dari sebelumnya menyebabkan tanaman lada menguning. Sama seperti kebanyakan petani lada, Bapak Yanto juga menghadapi masalah hama dan penyakit tanaman lada.
Hama yang sering beliau temukan di tanaman lada adalah hama penghisap bunga, sedangkan untuk penyakit yang sering menginfeksi tanaman ladanya adalah busuk pangkal batang. Sebagai upaya untuk menangani serangan hama dan infeksi penyakit, Bapak Yanto melakukan penyemprotan pestisida ke tanaman lada yang terserang hama dan pembongkaran serta pembakaran tanaman lada yang terinfeksi penyakit busuk pangkal batang. Hama yang sering beliau temukan di tanaman lada adalah hama penghisap bunga, sedangkan untuk penyakit yang sering menginfeksi tanaman ladanya adalah busuk pangkal batang. Sebagai upaya untuk menangani serangan hama dan infeksi penyakit, Bapak Yanto melakukan penyemprotan pestisida ke tanaman lada yang terserang hama dan pembongkaran serta pembakaran tanaman lada yang terinfeksi penyakit busuk pangkal batang.
Meski demikian, upaya tersebut tidak dapat mencegah serangan hama dan menghentikan infeksi penyakit pada tanaman lada, sehingga Bapak Yanto perlu untuk meminta saran dan masukan dari para ahli yang dikenalnya dari kegiatan pelatihan. Jika dulu training dilakukan dengan tatap muka langsung, maka selama masa pandemi Bapak Yanto mengikuti training secara online menggunakan aplikasi Zoom. Bagi Bapak Yanto, keberadaan aplikasi online yang dapat memudahkan proses komunikasi dan pertukaran informasi sangatlah membantu dan bermanfaat. Menurut beliau, selama ini dia dan rekan-rekan petani yang tergabung di WhatsApp Grup bisa dengan mudah berbagi kondisi terkini dari budidaya dan bisnis lada mereka di dalam WhatsApp Grup untuk mendapatkan saran dan informasi baik dari sesama petani lada maupun dari para ahli.
Di era global sekarang ini, aplikasi online dapat mempermudah petani maupun kolektor untuk mengetahui harga lada terkini. Sebagai kolektor lada, sangat penting untuk mengetahui harga terbaru, agar dapat memberikan harga yang sesuai ketika membeli lada dari petani. Hal ini diperlukan untuk menghindari kesalahan dalam menentukan harga karena harga lada sangat cepat berubah. Setelah membeli lada dari petani, Pak Yanto akan menjual lada ke PT CAN atau penampung lainnya di Pangkalpinang. PT CAN mengirimkan informasi harga yang terupdate melalui WhatsApp, sedangkan penampung biasa akan mengirimkan informasi harga lada melalui SMS. “Saya memilih menjual lada ke PT CAN, karena harga yang diberikan lebih tinggi daripada harga yang diberikan oleh penampung lain di Pangkalpinang. Selisih harganya berkisar antara 2000 – 3000 rupiah per kilogram. Selain itu, PT CAN juga menyediakan jasa penjemputan yang memudahkan proses transaksi, sehingga saya tidak perlu meninggalkan rumah untuk menjual lada”, katanya. Selama masa pandemic dan PSBB, Pak Yanto pernah tidak bisa mendapatkan penghasilan selama satu bulan, karena beliau tidak dapat menjual lada ke penampung di Pangkalpinang.
Loyalitas Bapak Yanto kepada PT CAN dan Verstegen terlihat dari kepercayaan beliau terhadap kegiatan training dan program yang ditawarkan oleh Verstegen dan PT CAN. Beliau mengatakan “Saya akan dengan sukarela menggunakan aplikasi online apabila itu berasal dari Verstegen atau PT CAN, karena saya percaya kepada dua perusahaan ini. Saya juga akan dengan senang hati menggunakan aplikasi SpiceUp untuk mengelola kebun lada dan bisnis lada yang saya miliki”.